Oleh : DRS.MELFI ABRA, M.Si )*
Jelang pemilihan umum , pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah tiba, ada kondisi di tengah masyarakat yang cukup menyita perhatian dan konsentrasi. Keadaan tersebut adalah masa-masa dimana partai politik melalui politisi, calon anggota legislatif, calon presiden, calon kepala daerah, simpatisan dan pendukungnya berebut pengaruh dalam rangka mencari dukungan suara dari pemilih.
Tentunya berbagai cara dilakukan, yang intinya untuk menyampaikan program, pengaruh, menarik perehatian dalam rangka medulang suara pada saat pemilihan. Pemilih /calon pemilih tentunya diberikan kesempatan untuk menimbang, menilik , membandingkan dan menggali informasi sebanyak mungkin untuk menetapkan pilihan.
Kondisi jelang pemilihan serentak 2024 , telah mulai mewarnai iklim politik tanah air kita Indonesia. Sekaitan dengan berebut pengaruh terhadap pemilih/calon pemilih, kita selaku pemilih telah disuguhi berbagai informasi politik melalui berbagai saluran informasi yang tersedia, baik media konvensional, online, elektronik, tatapmuka/offline, media sosial, dan lai-lain. Bahkan tepi jalan-jalan yang strategis dan bangunan yang ikonik di suatu wilayah telah pula dimanfaatkan untuk sekedar “perkenalan diri” melalui poto-poto yang disertai sedikit informasi baik yang masih dengan kalimat basa-basi maupun terang-terangan merayu calon pemilih, walaupun jadwal kampanye resmi belum datang. Ya tidak masalah sepanjang belum ada aturan yang dilanggar… Hhhmm….
Berbicara masalah kampanye yang bisa saja dibalut sebagai pertemuan kader, perkenalan program, sosialisasi diri , dan bentuk-bentuk lain yang bertujuan mempengaruhi calon pemilih walau jadwal kampanye resmi belum datang.
Philip Kotler adalah seorang akademisi dan pakar pemasaran terkemuka yang menulis buku tentang Pemasaran Dan Komunikasi Pemasaran. Mengatakan bahwa konsep kampanye pemasaran yang berfokus pada strategi komunikasi untuk mempromosikan suatu produk, jasa, atau pesan kepada target audiens. Meskipun tidak secara khusus fokus pada kampanye politik atau sosial, kontribusinya dalam mendefinisikan kampanye telah mempengaruhi pemahaman tentang kampanye secara umum.
Dalam ilmu komunikasi pemasaran, secara umum dikenal 3 jenis tujuian berkampanye, yaitu:
1. Product Oriented Campaigns , adalah kampanye yang berorientasi pada produk. Umumnya terjadi di lingkungan bisnis dan berorientasi komersial, seperti peluncuran produk baru. kampanye ini biasanya sekaligus bermuatan kepentingan untuk membangun citra positif terhadap produk barang yang diperkenalkan ke publik.
2. Candidate Oriented Campaigns , adalah Kampanye yang berorientasi pada kandidat. Umumnya dimotivasi karena hasrat untuk kepentingan politik. Misalnya, kampanye pemilu, kampanye penggalangan dana bagi partai politik, dan sebagainya.
3. Ideologically or Cause Oriented Campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi sosial atau social change campaigns , yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah- masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait, seperti kampanye lingkungan hidup, kesehatan, pendidikan dan lain-lain sebagainya.
Kampanye itu penting baik dalam dunia usaha mapun dalam politik. Seorang konsumen dalam usaha perdagangan atau pemilih dalam pemilihan umum legislatif/ pemilihan presiden / pemilihan kepala daerah , tak lain tujuannya adalah agar pemilih “tidak membeli kucing dalam karung”
Namun yang menjadi persoalan di tengah masyarakat adalah kecerdasan mengolah dan mencerna sebuah informasi yang beredar. Kedewasaan lembaga “produsen” / kontestan / calon yang akan bertarung dalam pemilu dalam berkampanye untuk patuh pada koridor hukum dan etika tentunya sangat diharapkan agar suasana damai dan kondusif tetap terjaga.
Black Campaign dan Negative Campaign
Disamping kampanye yang bersifat positif, mencerahkan, dan informatif , setidaknya ada 2 jenis kampanye yang perlu dicerna lebih baik oleh para calon pemilih , yakni kampanye hitam (black campaig) dan kampanye negatif (negative campaign).
Black campaign dan negative campaign adalah dua istilah yang sering digunakan dalam dunia politik dan kampanye pemasaran. Meskipun keduanya memiliki unsur negatif, terdapat perbedaan antara keduanya.
Black campaign (kampanye hitam) merujuk pada serangkaian tindakan atau strategi yang bertujuan untuk merugikan lawan politik atau pesaing dengan cara yang tidak jujur atau curang. Kampanye ini seringkali melibatkan penyebaran informasi palsu (hoaks), fitnah, manipulasi citra, atau penggunaan taktik yang tidak etis. Tujuan utama dari black campaign adalah merusak reputasi lawan politik dengan cara apapun yang mungkin, termasuk menggunakan informasi yang salah atau tidak terverifikasi.
Sedangkan negative campaign (kampanye negatif) lebih berkaitan dengan membandingkan dan menyoroti kelemahan atau kekurangan lawan politik atau pesaing dengan menggunakan informasi yang faktual atau pengungkapan rekam jejak (track record) ke publik / calon pemilih. Kampanye negatif cenderung fokus pada perbedaan kebijakan, prestasi, atau pandangan politik untuk membantu pemilih membuat keputusan yang lebih informatif.
Perbedaan utama antara black campaign dan negative campaign adalah pada integritas dan kebenaran informasi yang digunakan. Black campaign melibatkan penggunaan informasi palsu atau manipulatif dengan tujuan merugikan lawan politik, sedangkan negative campaign menggunakan informasi yang faktual dan terverifikasi untuk menyuarakan perbedaan dan kelemahan lawan politik.
Black campaign sangat tidak elok, dan sering kali dianggap sebagai praktik politik yang tidak etis. Sementara negative campaign, meskipun juga kontroversial, masih dianggap sebagai bagian dari kompetisi politik yang wajar dalam beberapa kasus. Penting untuk mempertimbangkan integritas dan kebenaran informasi yang digunakan dalam kampanye politik agar publik dapat membuat keputusan yang cerdas dan berdasarkan fakta.
Calon pemilih yang cerdas mesti hati-hati dengan penyebaran berita palsu. Sebuah kampanye hitam dapat melibatkan penyebaran berita palsu atau hoaks tentang lawan politik dengan tujuan merusak reputasi mereka. Misalnya, menyebarkan informasi palsu tentang keterlibatan korupsi atau skandal yang tidak benar dan atau belum terverifikasi.
Kampanye hitam juga sering berbentuk serangan karakter (carracter assassination) , mencoba menghancurkan reputasi lawan politik dengan menggunakan serangan pribadi dan fitnah. Misalnya, menyebar rumor tentang kehidupan pribadi atau hubungan keluarga lawan politik untuk menggugah emosi pemilih.
Kampanye hitam bisa juga berupa Kampanye anonim (anonym campaign) atau sering kita surat kaleng. Dalam beberapa kasus, kampanye hitam dilakukan secara anonim untuk menyembunyikan identitas pihak yang bertanggung jawab. Hal ini sulit untuk mengetahui siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas penyebaran informasi negatif atau manipulatif.
Sementara itu kampanye negatif, bisa berupa perbandingan kebijakan dan pandangan politik antara kandidat. Misalnya, sebuah iklan politik yang menyoroti perbedaan dalam rencana ekonomi atau pendekatan kebijakan dalam bidang tertentu.Saling mengemukakan fakta dan saling kritik kelemahan dalam mencari simpati calon pemilih.
Kampanye negatif dapat juga melibatkan pengungkapan rekam jejak publik lawan politik yang relevan dengan kepemimpinan atau kualifikasi mereka. Misalnya, mengungkapkan catatan pemilih atau keputusan yang kontroversial yang dapat mempengaruhi pandangan pemilih.
Dalam kampanye negatif, kritik dapat dilontarkan terhadap prestasi atau kegagalan lawan politik. Misalnya, menyoroti kegagalan dalam mengatasi masalah tertentu atau meragukan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan politik yang dijanjikan,
Dalam politik, batasan antara black campaign dan negative campaign dapat menjadi kabur. Beberapa kampanye negatif dapat melibatkan taktik yang tidak jujur atau curang, sementara beberapa black campaign dapat mengklaim menggunakan informasi yang factual padahal faktanya tidak benar. Oleh karena itu, penting bagi pemilih untuk memeriksa sumber informasi, memverifikasi fakta, dan membentuk pendapat mereka sendiri berdasarkan pemahaman yang baik tentang isu-isu politik yang relevan
Menkopolhukkam Mahfudz MD dalam salah satu cuitannya di twitter (14/10/2018) pernah menyebutkan bahwa : Negative campaign tidak dilarang dan tidak dihukum karena memang berdasar fakta. Yang bisa dihukum adalah black campaign . Begitu juga Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, menjelaskan beda kampanye negatif dengan kampanye hitam atau black campaign. Dalam hukum kepemiluan, kampanye negatif diizinkan, sedangkan kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang di dalam Undang-Undang Pemilu yang berlaku di Indonesia (UU No 7 tahun 2017)
Walaupun kampanye negatif itu tidak dilarang, dari segi etika politik kita orang ketimuran yang berpancasila sepertinya belum begitu cocok . Untuk terlihat menjadi lebih unggul apakah perlu mengumbar kelemahan atau bisa aib orang/kelompok diluar circle kita ? Untuk menghidupkan lampu kita, apakah harus memadamkan lampu orang lain ?
Buzzer dan Pemilih
Istilah Buzzer populer dan santer dalam beberapa tahun terakhir ini, merupakan istilah yang merujuk pada individu atau kelompok yang aktif di media sosial atau platform online untuk menyebarkan pesan atau informasi yang mendukung atau merugikan suatu pihak atau agenda tertentu. Dalam konteks kampanye politik, buzzer dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan pesan-pesan dalam segala jenis dan jurus kampanye, dalam rangka membentuk opini terhadap kelompok/pribadi yang didukungnya. Namun buzzer juga cendrung melakukan kampanye yang bersifat menyerang dan bertujuan melemahkan lawan.
Dalam black campaign, buzzer dapat menyebarkan informasi palsu, hoaks, atau serangan pribadi terhadap lawan politik. Mereka dapat menyebarkan pesan yang merusak reputasi lawan politik dengan tujuan mempengaruhi persepsi pemilih.
Dalam negative campaign, buzzer dapat memperkuat pesan kritik terhadap lawan politik dengan menyoroti kelemahan, kegagalan, atau kebijakan yang tidak populer. Mereka dapat menyebarkan informasi yang faktual atau mengomentari tindakan atau keputusan lawan politik secara kritis.
Peran buzzer dalam kampanye politik dapat menjadi kontroversial. Ada kemungkinan buzzer akan menggunakan taktik yang tidak jujur, memanipulasi informasi, atau menyebarkan pesan yang tidak terverifikasi. Hal ini dapat merusak integritas komunikasi politik dan menyebabkan disinformasi di kalangan pemilih.
Oleh karena itu, penting bagi pemilih untuk mempertimbangkan sumber informasi, memverifikasi fakta, dan memiliki pemahaman yang kritis terhadap pesan yang disampaikan oleh buzzer maupun pihak-pihak lainnya. Mengandalkan beragam sumber informasi dan melakukan penelitian mandiri adalah langkah yang penting untuk membentuk pendapat yang berdasarkan fakta dan cerdas dalam proses pengambilan keputusan politik.
Untuk menjadi pemilih yang cerdas dan mampu membedakan black campaign dan negative campaign, antara lain dengan cara:
- Cari sumber informasi yang beragam, jangan tergantung pada satu sumber informasi saja. Carilah berita dan pendapat dari berbagai sumber yang berbeda, termasuk media independen, jurnalisme yang kredibel, dan sumber yang diverifikasi secara akurat. Dengan melihat beragam perspektif, Anda dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan menghindari terjebak dalam narasi yang bias atau manipulatif.
- Jangan terburu-buru mempercayai informasi yang Anda terima. Luangkan waktu untuk memverifikasi kebenaran informasi tersebut melalui sumber-sumber yang terpercaya. Cek fakta dengan memeriksa berita dari beberapa sumber yang berbeda atau menggunakan situs web dan organisasi faktual yang menyediakan analisis dan verifikasi fakta.
- Cobalah untuk memahami motivasi dan kepentingan di balik pesan yang disampaikan. Tanyakan diri sendiri siapa yang mungkin mendapat keuntungan atau merugikan dari pesan tersebut. Waspadai pesan yang mencurigakan, sensasional, atau bertujuan untuk memanipulasi emosi tanpa dukungan fakta yang kuat.
- Jangan menerima klaim tanpa bukti yang cukup. Ketika mendengar atau membaca klaim dalam kampanye politik, cari bukti yang mendukung klaim tersebut. Perhatikan apakah argumen yang disampaikan didasarkan pada data yang akurat, penelitian yang mendalam, atau bukti nyata.
- Waspadai penggunaan bahasa yang emosional, serangan pribadi, atau pemutarbalikan fakta yang digunakan dalam pesan kampanye. Hindari terjebak dalam narasi yang hanya bertujuan untuk memicu emosi dan mengalihkan perhatian dari isu substansial.
- Berusahalah mempertimbangkan pandangan yang berbeda dan mencari informasi tentang argumen yang berlawanan. Ini akan membantu Anda memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dan memperkuat kemampuan Anda dalam mengidentifikasi pesan yang bias atau manipulatif.
- Analisislah bagaimana setiap kandidat atau partai politik menangani isu-isu tersebut dalam rencana kebijakan mereka. Hal ini akan membantu Anda dalam mengambil keputusan berdasarkan substansi dan bukan sekadar retorika.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, Anda dapat menjadi pemilih yang cerdas dan kritis. Selalu berusaha untuk memahami lebih dalam, melakukan penelitian yang mandiri, dan memverifikasi informasi sebelum membuat keputusan politik.
*) Penulis adalah ASN Praktisi Pemerintahan di Bukittinggi
Tulisan ini telah publish du Harian Singgalang Padang 6 Juni 2023